Pesugihan Monyet Daerah Ngujang Tulungagung

cerita pesugihan di daerah ngujang tulungagung

Menjadi kaya itu tidak mudah, bagi sebagian orang cenderung berfikir untuk mendapatkannya dengan cara yang tidak benar atau dengan cara ritual pesugihan. Jalan pintas untuk bersekutu dengan makhlus halus sering dianggap cara paling cepat dalam memperoleh atau melipatgandakan hartanya.

Di Pulau Jawa sendiri siapa yang tidak kenal dengan pantai parangtritis. Pantai yang terletak di daerah Yogyakarta ini cukup dikenal sebagai salah satu pantai yang menyimpan pesona mistis di Indonesia. Berdasarkan kisah para tua terdahulu, pantai parangtritis merupakan pusat kerajaan siluman Kanjeng Ratu Kidul (Nyi Roro Kidul).

Cerita Pesugihan Di Ngujang Tulungagung

Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur. Kata Tulungagung diambil dari sebuah istilah Pitulungan Agung yang artinya adalah sebuah pertolongan yang maha agung. Sedangkan Ngujang adalah nama daerah yang termasuk dalam kawasan kabupaten tersebut. Daerah Ngujang berada antara perbatasan Tulungagung dan Kediri.

Jika anda hendak berkunjung ke Tulungagung melewati jalur dari arah Kediri, tidak susah untuk menemui Desa Ngujang karena cirinya yang mudah dikenali. Yaitu adanya jembatan yang menyeberangi sungai brantas.

Jembatan tersebut cukup unik, karena hampir di setiap sisi kiri kanannya anda akan menjumpai kerumunan monyet yang hidup liar. Tidak hanya monyet, pada sisi sebelah jembatan juga terdapat dua pemakaman besar, yaitu pemakaman khusus orang cina (pecinan) dan pemakaman umum.

Sejarah Keberadaan Monyet Daerah Ngunjang

Keberadaan monyet di sekitar jembatan Ngujang memiliki kisah tersendiri. Monyet-monyet tersebut bahkan sudah ada sejak zaman dahulu, yaitu zaman sebelum kemerdekaan. Ada cerita khusus mengenai asal muasal keberadaan monyet di daerah tersebut yang konon dahulu merupakan kutukan. Kutukan tersebut berasal dari salah satu kyai sebuah pondok pesantren terhadap kedua santrinya yang nakal.

Kedua santri tersebut tidak mematuhi peraturan pondok pesantren, dimana peraturan tersebut mewajibkan untuk para santri hadir dalam pengajian di pondok pesantren. Kedua santri tersebut malah dengan asyiknya bermain di dalam area pemakaman umum, melompat-lompat di pohon seperti monyet (dalam bahasa jawanya disebut kethek).

Sang kyai pun tahu kejadian tersebut, sehingga bermaksud untuk menegur kedua santri. Dalam tutur katanya sang kyai bertanya kepada kedua santrinya tersebut, "Nduk.. le.. kowe opo ora ngaji to le? Kae lho deloken konco-koncomu podo ngaji nang pondok. Awakmu kok malah penekan neng kene. Kayak kethek ae!”.

Dan konon, dari kata kata kyai tersebut, terjadilah sebuah kutukan yang dialami oleh kedua santri itu sehingga keduanya benar-benar menjadi monyet dan hidup di dalam area pemakaman tersebut.

Pesugihan Monyet atau Kethek Ngujang

Pesugihan monyet atau kethek Ngujang terletak di pemakaman umum sebelah jembatan Ngujang. Cerita pesugihan sudah cukup dikenal oleh orang-orang yang berada di daerah tesebut. Cerita mengenai hal ini sungguh sudah sangat menyimpang dari kisah legenda keberadaan monyet di daerah itu sendiri.

Konon ceritanya komplek pemakaman umum tersebut sering dikunjungi untuk hal-hal yang berbau ngalap berkah. Ngalap berkah dimaknai sebagai sesuatu tindakan yang dilakukan untuk meraup berkah. Namun sayangnya ngalap berkah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ajaran agama, karena apa yang dilakukannya adalah dengan cara bersekutu dengan setan atau iblis.

Pesugihan daerah Ngujang berbeda dengan pesugihan di daerah lain, seperti pesugihan di gunung kemungkus yang ritualnya dilakukan dengan berhubungan badan dengan wanita selain pasangan resminya. Pesugihan Ngujang termasuk dalam pesugihan dengan tumbal, tumbal tersebut berupa orang yang berada dalam satu garis keturunanya (anak, isteri dll).

Ada beberapa persyaratan khusus dalam menjalankan ritual pesugihan ini, yaitu si pemuja dan tumbal yang diberikan harus bersedia tinggal untuk menjadi monyet penghuni makam setelah dirinya meninggal. Jadi dengan kata lain monyet-monyet yang mendiami pemakaman tersebut adalah jelmaan dari sosok para pemuja pesugihan.

Demikian sekilas cerita mengenai pesugihan monyet daerah Ngujang Tulungagung. Apapun itu setiap bentuk pesugihan tidak dianjurkan untuk dilakukan. Untuk menjadi kaya cara yang tepat adalah dengan bekerja keras dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bukan malah bersekutu dengan setan atau iblis.
Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Aturan Mengisi kolom komentar dibawah ini :

Diharuskan menggunakan bahasa yang sopan.
Dilarang mengirim pertanyaan yang berbau Spam (diluar kategori bahasan blog).
Tidak diperkenankan memasukkan link aktif maupun non aktif di dalam pesan (kecuali itu permintaan admin).